Minggu, 17 Oktober 2010
RANGKUMAN BAB IIIdan BAB IV - XII SMA
2. Bangsa Indonesia setelah merdeka turut aktif dalam upaya perdamaian dunia antara lain berperan dalam berbagai kegiatan yaitu pembentukan KAA, pembentukan GNB, pengiriman pasukan Garuda.
3. Dampak adanya Perang II, antara lain.
a. bidang politik:
i. munculnya Perang Dingin
ii. timbulnya negara-negara nasional
iii. timbulnya politik memecah belah
b. bidang ekonomi:
i. terbentuknya MEE
ii. terbentuknya APEC
4. Pasca Perang Dingin II dan munculnya Perang Dingin membawa akibat berkembangnya teknologi persenjataan, dan pengeksplotasian ruang angkasa.
5. Indonesia tidak terlibat langsung dalam eksplorasi ruang angkasa namun Indonesia mempunyai pengalaman dalam teknologi antariksa di antaranya telah meluncurnya beberapa satelit misalnya Palapa.
6. Terjadinya Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet berpengaruh terhadap terjadinya sengketa regional di wilayah Asia Tenggara, seperti terjadinya Perang Vietnam.
RANGKUMAN BAB 4
1. Revolusi hijau adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional berubah ke cara modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
2. Upaya produktivitas pertanian di Indonesia dilakukan dengan intensifikasi pertanian, ekstensifikasi pertanian, diversifikasi pertanian, rehabilitasi pertanian.
3. Perkembangan sistem informasi, komunikasi, dan transportasi meliputi Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa, Radio, Televisi, Sarana perhubungan darat, laut, dan udara.
4. Perkembangan industri pertanian di Indonesia meliputi industri pertanian, perkebunan, perikanan, dan kehutanan.
5. Perkembangan industri nonpertanian di Indonesia meliputi industri pertambangan dan energi, elektronika, pariwisata.
Selengkapnya...
RANGKUMAN BAB II - XII SMA
2. Reformasi yang dijalankan di Indonesia lambat laun mengalami perubahan arah dan tujuan setelah para petualang politik dengan mengatasnamakan rakyat terlibat di dalamnya.
3. Dengan dalih warisan kebobrokan pemerintahan orde baru, para petualang politik mencari keuntungan di tengah kegelisahan masyarakat.
4. Ketidakmampuan mengelola negara karena telah dimuati kepentingan kelompok dan ambisi pribadi selalu dijadikan kambing hitam bahwa itu warisan orde baru.
5. Jabatan Presiden R I yang disandang B.J. Habibie, meskipun masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat (khususnya akademisi) telah membawa beberapa perubahan di berbagai aspek kehidupan.
6. Reformasi yang dilakukan pemerintahan B.J. Habibie, antara lain pemberian amnesti pada para tahanan dan narapidana politik, kebebasan pers, dan pendirian partai-partai politik untuk menghadapi pemilu yang dipercepat.
7. Kesalahan besar yang dilakukan pemerintahan B.J. Habibie dalam menjalankan reformasi di Indonesia adalah lepasnya Timor Timur dari NKRI.
8. K.H. Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden menggantikan B. J. Habibie berdasarkan kepitusan dalam Sidang Umum MPR.
9. Kasus Bruneigate dan Buloggate menyebabkan DPR mengeluarkan memorandum bagi Presiden Abdurrahman Wahid.
10. MPR akhirnya memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden melalui Sidang Istimewa dan digantikan Megawati Soekarno Putri.
Selengkapnya...
RANGKUMAN BAB 1- XII SMA
2. Tindakan pemerintah Orde Baru di dalam negeri pada awal pemerintahan didasarkan pada usaha perbaikan ekonomi yang dilakukan dengan pembangunan nasional.
3. Tindakan pemerintah Orde Baru yang ditujukan ke luar negeri pada awal pemerintahan adalah berusaha melaksanakan politik luar negeri bebas aktif sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945.
4. Bukti konkret pelaksanaan politik bebas aktif, antara lain kembali menjadi anggota PBB, menghentikan konfrontasi dengan Malaysia, membentuk organisasi ASEAN, dan bergabung dengan lembaga-lembaga dunia lainnya.
5. Setelah pelaksanaan Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru berusaha meningkatkan peran dalam setiap aspek kehidupan masyarakat.
6. Pemerintah Orde Baru dengan menggunakan jargon politik berupa pembangunan, stabilitas, atas nama rakyat, dan pertumbuhan untuk mengontrol aktivitas masyarakat.
7. Pancasila dijadikan landasan dan tameng pembenaran dalam mengambil tindakan pada kehidupan masyarakat.
8. Golongan Karya dan ABRI menjadi motor penggerak pelanggeng kekuasaan Orde Baru.
9. Munculnya kepincangan dalam menikmati hasil pembangunan menjadi salah satu pemicu awal terhadap tuntutan koreksi pada pemerintahan Orde Baru.
10. Parlemen yang dipilih dalam Pemilu tidak mencerminkan sebagai wakil rakyat, tetapi sebaliknya kelihatan sebagai kepanjangan tangan para penguasa.
11. Pemerintah Orde Baru berusaha memperbaiki sektor pertanian dengan memanfaatkan pengembangan Revolusi Hijau.
12. Industrialisasi yang turut dikembangkan pemerintah Orde Baru selain menyejahterakan ternyata juga menyengsarakan rakyat.
Selengkapnya...
Senin, 30 Agustus 2010
A. Pemerintahan Orde Baru
1. Pengertian Orde Baru
Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Dengan demikian Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.
Pidato Presiden Soekarno (“JASMERAH”)
Pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1966, presiden mengucapkan pidato di depan rakyat dari halaman Istana Merdeka yang dikenal dengan nama “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”, disingkat
“Jasmerah”.
Pidato yang kemudian menjadi pidato 17 Agustus Presiden Soekarno yang terakhir tersebut mendapat reaksi dari berbagai kalangan dan menjadi bahan pertentangan politik, yang di beberapa tempat menyebabkan timbulnya bentrokan-bentrokan fisik.
2. Lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966
Pada tanggal 11 Maret 1966 di Istana Negara diadakan Sidang Kabinet Dwikora yang telah disempurnakan yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno dengan tujuan untuk mencari jalan keluar terbaik agar dapat menyelesaikan krisis yang memuncak secara bijak. Ketika sidang tengah berlangsung, ajudan presiden melaporkan bahwa di sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk menghindari segala sesuatu yang tidak diinginkan, maka Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Waperdam II (Wakil Perdana Menteri II) Dr J. Laimena. Dengan helikopter, Presiden Soekarno didampingi Waperdam I, Dr Subandrio, dan Waperdam II Chaerul Saleh menuju Istana Bogor. Seusai sidang kabinet, Dr J. Laimena pun menyusul ke Bogor.
Tiga orang perwira tinggi yaitu Mayor Jenderal Basuki Rakhmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud menghadap Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk minta izin akan menghadap presiden. Pada hari itu juga, tiga orang perwira tinggi sepakat untuk menghadap Presiden Soekarno di Istana Bogor dengan tujuan untuk meyakinkan kepada Presiden Soekarno bahwa ABRI khususnya AD tetap siap siaga mengatasi keadaan. Di Istana Bogor Presiden Soekarno didampingi Dr Subandrio, Dr J. Laimena, dan Chaerul Saleh serta ketiga perwira tinggi tersebut melaporkan situasi di ibukota Jakarta. Mereka juga memohon agar Presiden Soekarno mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan. Kemudian presiden mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan menjamin keamanan, ketenangan, dan kestabilan jalannya pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia. Adapun yang merumuskan surat perintah tersebut adalah ketiga perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rakhmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud bersama Brigadir Jenderal Subur, Komandan Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa. Surat itulah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.
3. Tindak Lanjut Supersemar
Sebagai tindak lanjut keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Letnan Jenderal Soeharto sebagai pengemban Supersemar segera mengambil tindakan untuk menata kembali kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, yaitu sebagai berikut.
a. Tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah surat keputusan yang berisi pembubaran dan larangan PKI beserta ormas-ormasnya yang bernaung dan berlindung atau senada dengannya, beraktivitas dan hidup di seluruh wilayah Indonesia. Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI/Mandataris MPRS No.1/3/1966 tangal 12 Maret 1966. Keputusan pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya mendapat sambutan dan dukungan dari seluruh rakyat karena merupakan salah satu realisasi dari Tritura.
b. Tanggal 18 Maret 1966 pengemban Supersemar mengamankan 15 orang menteri yang dinilai tersangkut dalam G 30 S/PKI dan diragukan etika baiknya yang dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 5 Tanggal 18 Maret 1966.
c. Tanggal 27 Maret pengemban Supersemar membentuk Kabinet Dwikora yang disempurnakan untuk menjalankan pemerintahan. Tokoh-tokoh yang uduk di dalam kabinet ini adalah mereka yang jelas tidak terlibat dalam G 30 S/PKI.
d. Membersihkan lembaga legislatif dimulai dari tokoh-tokoh pimpinan MPRS dan DPRGR yang diduga terlibat G 30 S/PKI. Sebagai tindak lanjut kemudian dibentuk pimpinan DPRGR dan MPRS yang baru. Pimpinan DPRGR baru memberhentikan 62 orang anggota DPRGR yang mewakili PKI dan ormas-ormasnya.
e. Memisahkan jabatan pimpinan DPRGR dengan jabatan eksekutif sehingga pimpinan DPRGR tidak lagi diberi kedudukan sebagai menteri. MPRS dibersihkan dari unsur-unsur G 30 S/PKI. Seperti halnya dengan DPRGR, keanggotaan PKI dalam MPRS dinyatakan gugur. Sesuai dengan UUD 1945, MPRS mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada lembaga kepresidenan.
Pengamanan Menteri-Menteri Kabinet Dwikora
Mayjen. Soeharto selaku pengemban Supersemar mengambil tindakan dengan “pengamanan” terhadap sejumlah Menteri Kabinet Dwikora yang disempurnakan dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam G 30 S/PKI, yaitu sebagai berikut:
1. Dr. Subandrio : Wakil PM I, Menteri Departemen Luar Negeri, Menteri Luar Negeri/Hubungan Ekonomi Luar Negeri.
2. Dr. Chaerul Saleh : Wakil PM III, Ketua MPRS.
3. Ir. Setiadi Reksoprodjo : Menteri Urusan Listrik dan Ketenagaan.
4. Sumardjan : Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan.
5. Oei Tju Tat, S.H. : Menteri Negara diperbantukan kepada presidium kabinet.
6. Ir. Surachman : Menteri Pengairan dan Pembangunan Desa.
7. Jusuf Muda Dalam : Menteri Urusan Bank Sentral, Gubernur Bank Negara Indonesia.
8. Armunanto : Menteri Pertambangan.
9. Sutomo Martopradoto : Menteri Perburuhan.
10. A. Astrawinata, S.H : Menteri Kehakiman.
11. Mayjen. Achmadi : Menteri Penerangan di bawah presidium kabinet.
12. Drs. Moh. Achadi : Menteri Transmigrasi dan Koperasi.
13. Letkol. Imam Sjafei : Menteri Khusus Urusan Pengamanan.
14. J.K Tumakaka : Menteri/Sekretaris Jenderal Front Nasional.
15. Mayjen. Dr. Soemarno : Menteri/Gubernur Jakarta Raya.
Tanggal 20 Juni sampai 5 Juli 1966 diadakan Sidang Umum IV MPRS dengan hasil sebagai berikut.
a. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
b. Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966 mengatur Kedudukan Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah.
c. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif.
d. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
e. Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Tap. MPRS yang Bertentangan dengan UUD 1945.
f. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Perundang-undangan di Indonesia.
g. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Pernyataan PKI dan Ormas-Ormasnya sebagai Organisasi Terlarang di Indonesia.
Dengan berakhirnya Sidang Umum IV MPRS, berarti landasan awal Orde Baru berhasil ditegakkan. Demikian pula dua dari tiga tuntutan rakyat (Tritura) telah dipenuhi, yaitu pembubaran PKI dan pembersihan kabinet dari unsurunsur PKI. Sementara itu, tuntutan ketiga, yaitu penurunan harga yang berarti perbaikan bidang ekonomi belum diwujudkan. Hal itu terjadi karena syarat mewujudkannya perlu dilakukan dengan pembangunan secara terus-menerus dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Pelaksanaan pembangunan agar lancar dan mencapai hasil maksimal memerlukan stabilitas nasional.
Pelurusan lembaga legislatif dan eksekutif pasca-Supersemar
Pelurusan lembaga legislatif dan eksekutif oleh pengemban Supersemar meliputi hal-hal berikut ini.
a. Pimpinan DPRGR tidak diberi kedudukan sebagai menteri, sebab DPRGR adalah lembaga legislatif, sedangkan menteri adalah jabatan dalam lembaga eksekutif.
b. Kedudukan presiden dikembalikan sesuai dengan UUD 1945 yakni di bawah MPRS bukan sebaliknya.
Selengkapnya...
B. Ciri-Ciri Pokok Kebijakan Pemerintahan Orde Baru
Sebagai langkah awal untuk menciptakan stabilitas nasional, Sidang Umum IV MPRS telah memutuskan untuk menugaskan Letjen. Soeharto selaku pengemban Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar yang sudah ditingkatkan menjadi Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS untuk membentuk kabinet baru. Dibentuk Kabinet Ampera yang bertugas:
1. menciptakan stabilitas politik,
2. menciptakan stabilitas ekonomi.
Tugas pokok itulah yang disebut Dwidarma Kabinet Ampera. Program yang dicanangkan Kabinet Ampera disebut Caturkarya Kabinet Ampera, yaitu:
1. memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan;
2. melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968);
3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966;
4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan antikolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno, tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh Presidium Kabinet. Presidium Kabinet dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Jadi, di sini terdapat dualisme kepemimpinan dalam Kabinet Ampera.
Akibatnya, perjalanan tugas kabinet kurang lancar yang berarti pula kurang menguntungkan bagi stabilitas politik. Pada tanggal 22 Februari 1967 dengan penuh kebijaksanaan, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto sebagai pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Penyerahan kekuasaan tersebut merupakan peristiwa sangat penting dalam usaha mengatasi situasi konflik yang sedang memuncak pada saat itu. Penyerahan itu tertuang dalam Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI Tanggal 20 Februari 1967. Pengumuman itu didasarkan atas Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan, pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966 berfungsi sebagai pemegang jabatan presiden. Jenderal Soeharto selaku pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/ 1966 pada tanggal 4 Maret 1967 memberikan keterangan pemerintah di hadapan sidang DPRGR mengenai terjadinya penyerahan kekuasaan. Pemerintah tetap berpendirian bahwa penyelesaian konstitusional tentang penyerahan kekuasaan tetap perlu dilaksanakan melalui sidang MPRS. Oleh karena itu, untuk menghindari pertentangan politik yang berlarut-larut, diadakan Sidang Istimewa MPRS dari tanggal 7 sampai dengan 12 Maret 1967 di Jakarta yang berhasil mengakhiri konflik politik. Berdasarkan Tap MPR XXXIII Secara umum, kebijakan pemerintah Orde Baru terdiri atas kebijakan dalam negeri dan kebijakan luar negeri.
1. Kebijakan Dalam Negeri
Struktur perekonomian Indonesia pada tahun 1950–1965 dalam keadaan kritis. Pemerintah Orde Baru meletakkan landasan yang kuat dalam pelaksanaan pembangunan melalui tahapan Repelita, keadaan kritis ditandai oleh hal-hal sebagai berikut.
a. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor pertanian sehingga struktur perekonomian Indonesia lebih condong pada sektor pertanian.
b. Komoditas ekspor Indonesia dari bahan mentah (hasil pertanian) menghadapi persaingan di pasaran internasional, misalnya karet alam dari Malaysia, gula tebu dari Meksiko, kopi dari Brasil, dan rempah-rempah dari Zanzibar (Afrika), sehingga devisa negara sangat rendah dan tidak mampu mengimpor bahan kebutuhan pokok masyarakat yang saat itu belum dapat diproduksi di dalam negeri.
c. Tingkat investasi rendah dan kurangnya tenaga ahli di bidang industri, sehingga industri dalam negeri kurang berkembang.
d. Tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia sangat rendah. Tahun 1960-an hanya mencapai 70 dolar Amerika per tahun, lebih rendah dari pendapatan rata-rata penduduk India, Bangladesh, dan Nigeria saat itu.
e. Produksi Nasional Bruto (PDB) per tahun sangat rendah. Di sisi lain pertumbuhan penduduk sangat tinggi (rata-rata 2,5% per tahun dalam tahun 1950-an).
f. Indonesia sebagai pengimpor beras terbesar di dunia.
g. Struktur perekonomian pada akhir tahun 1965, berada dalam keadaan yang sangat merosot. Tingkat inflasi telah mencapai angka 65% dan sarana ekonomi di daerah-daerah berada dalam keadaan rusak berat karena ulah kaum PKI/BTI yang saat itu berkuasa dan dengan sengaja ingin mengacaukan situasi ekonomi rakyat yang menentangnya.
Tugas pemerintah Orde Baru adalah menghentikan proses kemerosotan ekonomi dan membina landasan yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi ke arah yang wajar. Dalam mengemban tugas utama tersebut, berbagai kebijaksanaan telah diambil sebagaimana tertuang dalam program jangka pendek berdasarkan Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang diarahkan kepada pengendalian inflasi dan usaha rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan kegiatan ekonomi, dan pencukupan kebutuhan sandang. Program jangka pendek ini diambil dengan pertimbangan apabila laju inflasi telah dapat terkendalikan dan suatu tingkat stabilitas tercapai, barulah dapat diharapkan pulihnya kegiatan ekonomi yang wajar serta terbukanya kesempatan bagi peningkatan produksi. Dengan usaha keras tercapai tingkat perekonomian yang stabil dalam waktu relatif singkat.
Sejak 1 April 1969 pemerintah telah meletakkan landasan dimungkinkannya gerak tolak pembangunan dengan ditetapkannya Repelita I. Dengan makin pulihnya situasi ekonomi, pada tahun 1969 bangsa Indonesia mulai melaksanakan pembangunan lima tahun yang pertama. Berbagai prasarana penting direhabilitasi serta iklim usaha dan investasi dikembangkan.
Pembangunan sektor pertanian diberi prioritas yang sangat tinggi karena menjadi kunci bagi pemenuhan kebutuhan pangan rakyat dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat. Repelita I dapat dilaksanakan dan selesai dengan baik, bahkan berbagai kegiatan pembangunan dipercepat sehingga dapat diikuti oleh Repelita selanjutnya. Perhatian khusus pada sektor terbesar yang bermanfaat menghidupi rakyat, yaitu sektor pertanian. Sektor pertanian harus dibangun lebih dahulu, sektor ini harus ditingkatkan produktivitasnya. Bertumpu pada sektor pertanian yang makin tangguh itu kemudian barulah dibangun sektorsektor lain. Demikianlah pada tahap-tahap awal pembangunan, secara sadar bangsa Indonesia memberikan prioritas yang sangat tinggi pada bidang pertanian. Pembangunan yang dilaksanakan, yaitu membangun berbagai prasarana pertanian, seperti irigasi dan perhubungan, cara-cara bertani, dan teknologi pertanian yang diajarkan dan disebarluaskan kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan. Penyediaan sarana penunjang utama, seperti pupuk, diamankan dengan membangun pabrik-pabrik pupuk. Kebutuhan pembiayaan para petani disediakan melalui kredit perbankan. Pemasaran hasil produksi mereka, kita berikan kepastian melalui kebijakan harga dasar dan kebijakan stok beras.
Strategi yang memprioritaskan pembangunan di bidang pertanian dan berkat ketekunan serta kerja keras bangsa Indonesia, khususnya para petani, produksi pangan dapat terus ditingkatkan. Akhirnya, pada tahun 1984 bangsa Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Hal ini merupakan titik balik yang sangat penting sebab dalam tahun 1970-an, Indonesia merupakan negara pengimpor beras terbesar di dunia. Bersamaan dengan itu tercipta pula lapangan kerja dan sumber mata pencaharian bagi para petani. Swasembada beras itu sekaligus memperkuat ketahanan nasional di bidang ekonomi, khususnya pangan.
Dengan ditetapkannya Repelita I untuk periode 1969/1970– 1973/1974, merupakan awal pembangunan periode 25 tahun pertama (PJP I tahun 1969/ 1970–1993/1994). Pembangunan dalam periode PJP I dimulai dengan pelaksanaan Repelita I dengan strategi dasar diarahkan pada pencapaian stabilisasi nasional (ekonomi dan politik), pertumbuhan ekonomi, serta menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.
Ditempatkannya stabilitas dan pertumbuhan ekonomi sebagai strategi dasar dalam Repelita I tersebut dengan pertimbangan untuk melaksanakan Repelita sesuai dengan tahapantahapan yang telah ditentukan (diprioritaskan). Demikian pula pertimbangan untuk menitikberatkan pembangunan pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian, didasarkan pertimbangan bahwa Indonesia adalah negara bercorak agraris yang sebagian besar penduduknya (65%–75%) bermata pencaharian di bidang pertanian (termasuk kehutanan, perkebunan, perikanan, dan peternakan). Ini berarti sektor pertanian memberi sumbangan terbesar kepada penerimaan devisa dan lapangan kerja. Mengingat pula bahwa sektor ini masih memiliki kapasitas lebih yang belum dimanfaatkan. Oleh karena itu, salah satu indikasi yang disimpulkan dalam Repelita I ini adalah perlunya pengarahan sumber-sumber (resources) ke sektor pertanian. Secara lebih khusus, hal ini berarti meningkatkan produksi pangan dan ekspor.
Adanya hubungan antarberbagai kegiatan ekonomi (inter-sectoral ) maka pertanian sebagai sektor pemimpin, diharapkan dapat menarik dan mendorong sektor-sektor lainnya, antara lain sektor industri yang menunjang sektor pertanian, seperti pabrik pupuk, insektisida serta prasarana ekonomi lainnya, misalnya sarana angkutan dan jalan. Kegiatan pembangunan selama Pelita I telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup menggembirakan, antara lain produksi beras telah meningkat dari 11,32 juta ton menjadi 14 juta ton; pertumbuhan ekonomi dari rata-rata 3% menjadi 6,7% per tahun; pendapatan rata-rata penduduk (pendapatan per kapita) dari 80 dolar Amerika dapat ditingkatkan menjadi 170 dolar Amerika. Tingkat inflasi dapat ditekan menjadi 47,8% pada akhir Repelita I (1973/1974).
Repelita II untuk periode 1974/1975–1978/1979 dengan strategi dasar diarahkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan dengan penekanan pada sektor pertanian dan peningkatan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Setelah Repelita II dilanjutkan dengan Repelita III untuk periode 1979/ 1980–1983/1984, yakni dengan titik berat pembangunan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Repelita III dilanjutkan dengan Repelita IV (1984/1985–1988/1989) dengan titik berat pada sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya. Pembangunan sektor industri meliputi industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri. PJP I telah diakhiri dengan Repelita V (1989/1990–1993/1994). Tahun 1973, Majelis Permusyawaratan Rakyat merumuskan dan menetapkan GBHN pertama merupakan strategi pembangunan nasional.
Tujuan setiap pelita sebagai berikut.
1. Meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, dan kesejahteran rakyat.
2. Meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.
Perkembangan industri pertanian dan nonpertanian telah membawa hasil yang cukup menggembirakan. Hasil-hasilnya telah dapat dirasakan dan dinikmati saat itu oleh masyarakat Indonesia, antara lain sebagai berikut.
a. Swasembada Beras
Sektor pertanian harus dibangun lebih dahulu, sektor ini harus ditingkatkan produktivitasnya. Bertumpu pada sektor pertanian yang makin tangguh itulah, kemudian dibangun sektor-sektor lainnya. Pemerintah membangun berbagai prasarana pertanian, seperti irigasi dan perhubungan, cara-cara bertani dan teknologi pertanian yang baru diajarkan dan disebarluaskan kepada para petani melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan, penyediaan pupuk dengan membangun pabrik-pabrik pupuk. Kebutuhan pembiayaan para petani disediakan melalui kredit perbankan. Pemasaran hasil-hasil produksi mereka diberikan kepastian melalui kebijakan harga dasar dan kebijakan stok beras oleh pemerintah (Badan Urusan Logistik atau Bulog). Strategi yang mendahulukan pembangunan pertanian tadi telah berhasil mengantarkan bangsa Indonesia berswasembada beras, menyebarkan pembangunan secara luas kepada rakyat, dan mengurangi kemiskinan di Indonesia. Sejak tahun 1968 sampai dengan tahun 1992, produksi padi sangat meningkat. Dalam tahun 1968 produksi padi mencapai 17.156 ribu ton dan pada tahun 1992 naik menjadi 47.293 ribu ton yang berarti meningkat hampir tiga kalinya. Perkembangan ini berarti bahwa dalam periode yang sama, produksi beras per jiwa meningkat dari 95,9 kg menjadi 154,0 kg per jiwa. Prestasi yang besar, khususnya di sektor pertanian, telah mengubah posisi Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar di dunia dalam tahun 1970-an menjadi negara yang mencapai swasembada pangan sejak tahun 1984. Kenyataan bahwa swasembada pangan yang tercapai pada tahun itu, juga selama lima tahun terakhir sampai dengan tahun terakhir Repelita V tetap dapat dipertahankan.
Pelita I-V menitikberatkan pada sektor pertanian, sehingga Indonesia
mampu mengatasi masalah pangan. Indonesia sebagai negara agraris tidak
lagi menjadi negara pengimpor beras terbesar.
• Bagaimanakah cara kalian bersyukur atas keberhasilan bangsa kita dalam swasembada pangan?
• Bagaimanan cara kalian berpartisipasi dalam meningkatkan produktivitas pertanian?
b. Kesejahteraan Penduduk
Strategi mendahulukan pembangunan bidang pertanian disertai dengan pemerataan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yang meliputi penyediaan kebutuhan pangan, peningkatan gizi, pemerataan pelayanan kesehatan, keluarga berencana, pendidikan dasar, air bersih, dan perumahan sederhana. Strategi ini dilaksanakan secara konsekuen dalam setiap Repelita. Dengan strategi ini pemerintah telah berhasil mengurangi kemiskinan di tanah air. Hasilnya adalah jumlah penduduk miskin di Indonesia makin berkurang. Pada tahun 1970-an ada 60 orang di antaranya yang hidup miskin dari setiap 100 orang penduduk. Jumlah penduduk miskin ini sangat besar, yaitu sekitar 55 juta orang. Penduduk Indonesia yang miskin ini terus berkurang jumlahnya dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990 tinggal 15 orang yang masih hidup miskin dari setiap 100 orang. Hanya sedikit negara yang berhasil menurunkan jumlah kemiskinan penduduknya secepat pemerintah Indonesia. Prestasi ini membuat rasa percaya diri bangsa Indonesia bertambah tebal. Pada waktu Indonesia mulai membangun tahun 1969, penghasilan rata-rata per jiwa rakyat Indonesia hanya sekitar 70 dolar Amerika per tahun. Tahun 1993, penghasilannya sudah di atas 600 dolar Amerika. Selain menurunnya jumlah penduduk miskin dan meningkatnya penghasilan rata-rata penduduk sebagaimana tersebut di atas, juga harapan hidup masyarakat telah meningkat. Jika pada awal tahun 1970-an penduduk Indonesia mempunyai harapan hidup rata-rata 50 tahun, maka dalam tahun 1990-an harapan hidup itu telah meningkat menjadi lebih dari 61 tahun. Dalam kurun waktu yang sama, angka kematian bayi menurun dari 142 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup. Sementara itu, pertumbuhan penduduk juga dapat dikendalikan melalui program Keluarga Berencana (KB). Selama dasawarsa 1970-an laju pertumbuhan penduduk mencapai sekitar 2,3% per tahun. Pada awal tahun 1990-an, angka tadi sudah dapat diturunkan menjadi sekitar 2,0% per tahun.
c. Perubahan Struktur Ekonomi
Berdasarkan amanat GBHN 1983 dengan kebijakan pemerintah dalam pembangunan telah terjadi perubahan struktur ekonomi. Dari titik berat pada sektor pertanian menjadi lebih berimbang dengan sektor di luar pertanian. Pada saat Indonesia mulai membangun (tahun 1969), peranan sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) secara persentase adalah 49,3%. Sektor-sektor di luar sektor pertanian, seperti sektor industri pengolahan 4,7%, bangunan
2,8%, perdagangan dan jasa-jasa 30,7%. Melalui Repelita terlihat bahwa tahun demi tahun peranan sektor pertanian telah menurun. Sebaliknya, peranan sektorsektor di luar sektor pertanian (nonpertanian, seperti industri pengolahan, bangunan, perdagangan, dan jasa-jasa lainnya) menunjukkan peningkatan peranan terhadap PDB.
Selengkapnya...
Rabu, 18 Agustus 2010
Perang Salib
Termenung |
I Perang Salib.
Perang salib merupakan peperangan antara penguasa Romawi dengan penguasa Turki Seljuk dalam memperebutkan daerah-daerah suci di Timur Tengah (Yerussalem,bethelhem dan pelesina).Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perang salib.Pertama,penguasa daerah Palestina yang dianggap mempersulit orang-orang nasrani dari Eropa yang akan berziarah ke tempat suci di Palestina.Kedua,penguasa daerah syira yang merupakan jajahan Romawi Timur(Bizantium),menyebabkan kaisar Romawi Timur terdesak.Ketiga ,Seruan Paus Urbanus II tahn1096 untuk membebaskan tempat-tempat suci Nasrani di Palestina.
Dalam perkembangan selanjutnya Perang Salib terjadi dalam beberapa tahap,yaitu:Perang Salib I (1096-1099)dipicu oleh adanya seruap Paus Urbanus II untuk membebaskan tempat tempat-tempat suci di Palestina(1147-1149)dipicu oleh jatuhnya kota Eddesa ke tangan Turki Seljuk,Perang Salib III dipicu oleh jatuhnya Darusslam ke tangan Turki Seljuk..Perang Salib IV (1202-1204)disebut juga perang salib perdagangan sebab Venesia memanfaatkan perang ini untuk mengembangkan perdagangannya.Perang salibV (1217-1229)sering disebut perang diplomatik.Perang salib VI(1248-1254)dipicu oleh serangan pihak Eropa ke Mesir.Dan,perang salib VII (1270-1291)dipicu oleh serangan Lodewijk IX ke wilayah Tunsia.Perang Salib yang lama itu menyebabkan :
1. Munculnya kota-kota perdagangan di Italia(Genoa,Venesia,Florence,Pisa.)
2. Perkembangannya kembali perdagangan antara Barat dengan Timur antara yang sempat putus akibat penguasaan beberapa wilayah Eropa oleh penguasa Turki Seljuk.
3. Mundurnya golongan bangsawan ,akibat banyak yang mati dalam pertempuran.
4. Munculnya golongan rakyat ,terutama pedagang yang semakin berkuasa.
5. Bertambahnya pengetahuan orang-orang Eropa tentang dunia Timur.
6. Masuknya beberapa jenis tanaman dari Timur di wilayah Barat seperti tebu dan padi.
7. Berkembangnya penyakit pes,akibat beberapa tentara yang kembali membawanya ke Eropa.Penyakit ini dikenal sbagai “The Black Death”di Eropa.
II Jaman Renaisance dan Humanisme
Renaisance berasal dari kata Renacari dalam bahasa Latin berarti kelahiran kembali.Sedangkan Humanisme adalah aliran yang gemar mempelajari dan menghayati bahasa dan kesusastraanYunani dan Romawi Kuno(Eropa klasik).Jadi antara Renaisance dan Humanisme terdapat hubungan yang erat; yaitu dengan kelahiran kembali dimaksudkan agar kehidupan masyarakat Eropa kembali pada pola kehidupan masyarakat Eropa pada jaman Yunani dan Romawi Kuno yang cenderung bersifat duniawi.
Sebagai latar belakang jaman Renaisance dan Humanisme adalah jaman Eropa pertengahan yang ciri-cirinya sebagai berikut:
a) Adanya dominasi gereja dalam aspek kehidupan masyarakat seperti : bidang politik,ekonomi,sosial dan budaya.
b) Munculnya kerajaan-keajaan baru dimana kekuasaan raja sangat tergantung pada Paus.Raja tidak akan diakui oleh rakyatnya seelum dinobatkan oleh Paus.
c) Karena doktrin gereja maka kehidupan masyarakat pada masa itu dititikberatkan pada masalah sorgawi .
d) Kebebasan berfikir sangat dikekang.Hal ini disebabkan karena doktrin gereja yang menyatakan bahwa menyelidiki alam sama halnya menyelidiki kekuasaan Tuhan dan dianggap dosaKasus ini eperti yang terjadi pada Galilea-Galileo yang harus mendapat sanksi hukuman dari gereja.
e) Perekonomian dititikberatkan pada bidang pertanian karena berdagang menurut gereja adalah pekerjaan menip an dosa.
Karena cii-ciri masarakat Eropa pada masa pertengahan yang demikian itu,maka masyarakat Eropa mengalami kemerosotan disegala bidang kehidupan.Sehingga masa ini disebut masa kegelapan atau Dark Ages.Karena kemerosoan itu munculah gerakan untuk mengembalikan pola hidup masyarakat Erpa sebagai mana pada masa Eropa Kuno yang dikenal dengan gerakan Renaisance dan Humanisme.
Sebab-sebab Renaisance dan Humanisme adalah :
a. Kehidupan masyarakat Eropa pada masa Eropa pertengahan yang mengedepankan masalah surgawi (scholastik) menjadikan bangsa Eropa mengalami kemerosotan.
b. Berkembanngnya faham Rasionalisme yang mengutamakan kebenaran akal dan pikiran .Kehidupan duniawi lebh riil dan dapat diterima akal ari pada kehidupan surgawi yang abstrak.
c. Munculnya masyarakat kota(paura)yang ummnya didomnasi oleh kaum borjuis yang berpandangan modern dan realistis.Mereka ingin berkembang secara bebas dan mengarah kekehidupan individualistis.
d. Munculnya raja-raja yang menginginkan kekuasaannya bebasdari pengaruh gereja,seperti raja PhilippeIV(perancis) dan Raja Henry VIII(inggris)
e. Berkembangnya kesenian terutama seni sastra sehingga mendorong kehidupan masyarakat yang ingin bebas dari pengaruh siapapun.
Selengkapnya...
BAB I ETNOGRAFI INDONESIA
Bhineka Tunggal Ika berasal dari bahasa sanksekerta yaitu bhineka berarti beda,Tunggal Ika berarti satu. Bhineka Tunggal Ika berarti walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu. Menurut para ahli sejarah kata Bhineka Tunggal Ika pertama kali ditemukan pada Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular saat Raja Hayam Wuruk berkuasa di Kerajaan Majapahit (1350-1389). Adapun keanekaragaman bangsa Indonesia antara lain diakibatkan oleh: Keadaan Geografi,Etnis,dll.
Makna Bhineka Tunggal Ika bagi bangsa Indonesia antara lain :
• Bhineka Tnggal Ika mendasari perwujudan integrasi nasional .
• Pancasila sebagai salah satu isi (substansi) yang berfungsi didalam proses integrasi nasional.
• Integrasi nasional berkaitan dengan pembangunan kebudayaan secara nasional.
• Budaya nasional sebagai sistem gagasan yang menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia.
• Penggambaran perwujudan budaya nasional melaui pakaian, bahasa, perilaku, dan artefak.
Pancasila dalam proses integrasi nasional memiliki fungsi yaitu :
1. Sebagai jiwa bangsa Indonesia.
2. Sebagai kepribadian bangsa.
3. Sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara.
4. Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber hukum bagi negara.
Fungsi Konsep Bhineka Tunggal Ika antara lain : sebagai semboyan bangsa Indonesia, berkaitan dengan perwujudan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelengaraan kehidupan bermasayrakat,berbangsa dan bernegara. Konsep ini antara lain dapat diartikan sebagai cara memandang Indonesai sebagai satu kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional. Penjabaran mengenai hal ini bisa dilihat sebagai berikut :
• Ideologi : Indonesia sebagai satu kesatuan ideologi Pancasila.
• Politik : Indonesia sebagai satu kesatuan politik kenegaraan dalam wadah negara kesatuan RI.
• Ekonomi : Indonesia sebagai satu kesatuan ekonomi nasional.
• Sosial : Indonesia sebagai satu kesatuan masyarakat walaupun terdiri dari banyak suku bangsa.
• Budaya : Indonesia sebagai satu kesatuan budaya nasional didukung oleh budaya daerah.
• Pertahanan dan keamanan : Indonesia sebagai satu kesatuan petahanan dan keamanan terhadap kemungkinan adanya ancaman, tantangan, halangan, gangguan baik dari luar maupun dari dalam yang dapat mengganggu keamanan dalam negeri.
• Nasional : Indonesia sebagai satu kesatuan bangsa yang bulat dan utuh
Keanekaragaman budaya dan suku-suku bangsa Indonesia harus dijadikan modal dasar dan kekayaan dalam pembangunan nasional jangan sebaliknya menjadi bahan pertentangan dan permusuhan yang mengarah kepada diintegrasi bangsa. Kebudayaan dan suku-suku bangsa tersebut antara lain :
Selengkapnya...
Rabu, 11 Agustus 2010
Gunung Tangkuban Perahu dan Sejarah Singkat Geologi Bandung
Genangannya yang luas mengisi seluruh dataran tinggi Bandung dari Rancaekek hingga Saguling pada ketinggian antara 710-715 meter di tas permukaan laut sekarang Seiring turunnya permukaan air laut, air danau menerobos perbukitan Saguling, mengeringkan danau Bandung. Airnya mengalir pada lembah Sungai Citarum menerobos Gua Sangiangtikoro, dan terus mengalir ke utara. Jadi tempat mengeringnya Danau Bandung Purba berada jauh ke hulu pada punggungan bukit Pasir Kiara, tidak di Sangiang Tikoro Pada masa-masa mengeringnya danau Bandung Purba antara 16-3 ribu tahun yang lalu, dataran Bandung menjadi ranca (rawa) yang becek yang menjadi tempat berjelajahnya badak-badak dan hewan-hewan lainnya.
Inilah padang perburuan yang menggiurkan di masa purbakala. Dengan bersenjatakan tombak bermata obsidian mereka berburu di perbukitan sekeliling Bandung. Batu obsidian yang ditambang di antaranya adalah di daerah Bukit Dago Pakar, Bandung Utara.Sementara itu, koloni yang lain menjelajahi perbukitan kapur citatah dan bertempat tinggal di Gua Pawon, serta di ceruk-ceruk batu kapur sekitarnya. Daerah bekas danau inilah, yang sekarang berkembang menjadi Kota Bandung. Jika kita perhatikan, dataran Bandung merupakan cekungan, seperti mangkuk yang dikelilingi gunung. Bandung merupakan satu-satunya kota di dunia, yang dikelilingi gunung berapi. Hal ini merupakan daya tarik khusus bagi para geologist, untuk mempelajarinya.__
Sumber Asli: klik di sini Selengkapnya...
Minggu, 08 Agustus 2010
Sejarah Situ Bagendit
Dahulu kala ada seorang wanita yang sangat kaya. Sayang mempunyai sifat pelit dan kikir. Oleh sebagian masyarakat wanita tersebut dijuluki ?Nyi Endit? dikarenakan sangat ?pelit? (bS medit). Pekerjaan sehari-seharinya menghitung kekayaan. Harta kekayaannya kian waktu kian menambah dan menggunung, sebab tidak dipakai. Jangankan buat orang lain dipakai untuk menolong buat dirinya saja merasa sayang jika dipakai.
Suatu saat datanglah seorang kakek-kakek yang sangat kelemahan lalu memohon agar ia dikasihani karena selama ini belum mendapat makan. Mendengar rintihan kakek itu bagi Nyi Endit bukan timbul rasa belas kasihan tapi malahan ia sendiri yang marah, sehingga kakek-kakek itu diusir dari hadapannya. Besoknya lagi kakek-kakek itu datang lagi sambil mengingatkan Nyi endit agar ia mau menolong orang yang membutuhkan tapi hatinya sekeras batu lalu ia usir kembali.
Ketiga kalinya, kakek itu datang lagi dan ia pun langsung mengusirnya. Kakek itu mukanya berkaca-kaca, hatinya sakit. Ditancapkanlah tongkatnya di halaman rumah Nyi Endit, lalu kakek itu pergi entah ke mana. Jangankan orangnya tongkatnya pun sangat mengganggu bagi Nyi Endit. Lalu ia pegang dan mencabutnya seketika ia pun kaget karena melihat air yang keluar begitu besar Nyi Endit berjalan mundur.
Makin lama air yang keluar makin besar sampai menggenangi rumah dan harta kekayaannya lalu berubah menjadi telaga, sehingga dinamakan Situ Bagendit yang diambil dari nama Nyi Endit.
Tahun 1980-an kegiatan wisata coba dihidupkan kembali dengan pembersihan lahan yang ditutupi eceng gondok sampai luasnya tidak kurang 125 hektar. Tahun 2000 sampai sekarang objek wisata ini banyak dikunjungi oleh wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.Sumber Asli: klik di sini Selengkapnya...
Sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara
Dari prasasti tersebut dapat diketahui adanya sebuah kerajaan dibawah kepemimpinan Sang Raja Mulawarman, putera dari Raja Aswawarman, cucu dari Maharaja Kudungga. Kerajaan yang diperintah oleh Mulawarman ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura, dan berlokasi di seberang kota Muara Kaman.
Pada awal abad ke-13, berdirilah sebuah kerajaan baru di Tepian Batu atau Kutai Lama yang bernama Kerajaan Kutai Kartanegara dengan rajanya yang pertama, Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325).
Dengan adanya dua kerajaan di kawasan Sungai Mahakam ini tentunya menimbulkan friksi diantara keduanya. Pada abad ke-16 terjadilah peperangan diantara kedua kerajaan Kutai ini. Kerajaan Kutai Kartanegara dibawah rajanya Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa akhirnya berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai Martadipura. Raja kemudian menamakan kerajaannya menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Pada abad ke-17 agama Islam diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara. Selanjutnya banyak nama-nama Islami yang akhirnya digunakan pada nama-nama raja dan keluarga kerajaan Kutai Kartanegara. Sebutan raja pun diganti dengan sebutan Sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan nama Islam adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778).
Tahun 1732, ibukota Kerajaan Kutai Kartanegara pindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.
Sultan Aji Muhammad Idris yang merupakan menantu dari Sultan Wajo Lamaddukelleng berangkat ke tanah Wajo, Sulawesi Selatan untuk turut bertempur melawan VOC bersama rakyat Bugis. Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara untuk sementara dipegang oleh Dewan Perwalian.
Pada tahun 1739, Sultan A.M. Idris gugur di medan laga. Sepeninggal Sultan Idris, terjadilah perebutan tahta kerajaan oleh Aji Kado. Putera mahkota kerajaan Aji Imbut yang saat itu masih kecil kemudian dilarikan ke Wajo. Aji Kado kemudian meresmikan namanya sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan menggunakan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin.
Setelah dewasa, Aji Imbut sebagai putera mahkota yang syah dari Kesultanan Kutai Kartanegara kembali ke tanah Kutai. Oleh kalangan Bugis dan kerabat istana yang setia pada mendiang Sultan Idris, Aji Imbut dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin. Penobatan Sultan Muslihuddin ini dilaksanakan di Mangkujenang (Samarinda Seberang). Sejak itu dimulailah perlawanan terhadap Aji Kado.
Perlawanan berlangsung dengan siasat embargo yang ketat oleh Mangkujenang terhadap Pemarangan. Armada bajak laut Sulu terlibat dalam perlawanan ini dengan melakukan penyerangan dan pembajakan terhadap Pemarangan. Tahun 1778, Aji Kado meminta bantuan VOC namun tidak dapat dipenuhi.
Pada tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibukota Pemarangan dan secara resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin di istana Kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dan dimakamkan di Pulau Jembayan.
Sumber Asli: klik di sini
Selengkapnya...